JUAL BELI TANAH ATAU RUMAH YANG DISANDARKAN HARGA DINAR(EMAS) TRANSAKSINYA DIKONVERSI KE RUMAH BOLEHKAH?


 JUAL BELI TANAH SECARA KREDIT, SEMENTARA SERTIFIKATNYA DITITIPKAN DI NOTARIS. BOLEHKAH ?


Oleh : Developer Property Syariah


TANYA :

Bagaimana hukumnya jika seorang membeli tanah secara kredit dan belum menerima sertifikat, namun sertifikat juga tidak lagi berada di tangan penjual melainkan keduanya sepakat dititipkan di Notaris; dan baru akan diterima oleh pembeli jika sudah membayar lunas atas tanah yang dibeli secara kredit tersebut. Bolehkah ?


JAWAB :

Jika status penitipan sertifikat itu seperti agunan, maka syarat tersebut tidak boleh. Yakni jika konsekuensi dari penitipan itu, si pembeli tanah, yang merupakan pemilik baru atas tanah tersebut, dia tidak dapat menjual, menghibahkan, mewakafkan dan tasharruf pemindahan kepemilikan lainnya atas tanah berikut dengan disertai sertifikatnya, kecuali setelah dia menerima sertifikat itu yakni kecuali setelah dia melunasi harga pembelian tanah itu secara kredit atau jika sebelum lunas maka harus atas persetujuan atau diperbolehkan oleh si penjual. Jika penitipan sertifikat itu status dan konsekuensinya seperti ini, maka sebenarnya tanah tersebut diagunkan secara fidusia (rahn tasjîlî) untuk pembeliannya secara kredit. 


Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah telah menjawab pertanyaan tentang mengagunkan barang yang dibeli untuk harganya dalam Jawab Soal tertanggal 16/2/2020. Berikut kutipan dari Jawab Soal tersebut yang relevan untuk masalah ini:


[Tidak boleh penjual meminta rumah yang dijualnya diagunkan setelah penjualannya secara kredit itu, sebab ini jatuh dalam bab (mengagunkan rumah terhadap harganya).


Perkara ini diperselisihkan di antara para fukaha. Sebagian dari mereka ada yang memperbolehkannya dengan syarat-syarat. Di antara mereka ada yang tidak memperbolehkannya. Ada juga dari mereka yang memperbolehkannya dalam satu kondisi dan tidak memperbolehkannya dalam kondisi lainnya … dan ada yang berpendapat lainnya… 


Yang saya rajihkan bahwa ini tidak boleh sebab mobil atau rumah ketika dibeli secara kredit atau dengan angsuran, maka menjadi milik orang yang membelinya dan dia berhak melakukan tasharruf padanya baik menjualnya, menyewakannya dan boleh memanfaatkannya seperti menempatinya atau menempatkan orang lain di rumah itu dan tasharruf lainnya. Yang boleh dalam semisal kondisi ini adalah penjual mobil bersabar terhadap debitur sampai utangnya dibayar atau ia meminta agunan dari debitur itu sesuatu yang lain selain mobil yang dia jual kepada debitur itu, seperti meminta agunan batangan emas … Dan agunan itu tetap ada bersama si penjual sampai orang yang membeli mobil itu mengembalikan (membayar) semua harga yang disepakati dan setelah itu agunan itu diserahkan kepada si pembeli.


Adapun penjual meminta diagunkannya barang yang dijual secara kredit atau angsuran maka ini tidak boleh. Sebab jual beli secara kredit atau angsuran adalah jual beli yang menyeluruh dan sempurna di mana pembeli memiliki barang yang dijual itu dengan kepemilikan yang sempurna selama telah terakadkan jual beli secara kredit atau angsuran dalam sejumlah angsuran. Angsurannya misalnya tiap tahun atau kurang atau lebih sesuai kesepakatan. Maka jika barang yang dijual itu diagunkan maka ini berarti kezaliman kepada pembeli dan pelanggaran terhadap kepemilikannya. Sebab jual beli secara kredit atau angsuran itu merupakan jual beli yang sempurna shahih, di mana pembeli memiliki barang yang dijual dan dia berhak mentasharrufnya sesuka dia, dan tidak boleh setelah akad jual beli penjual meminta barang yang dijual itu diagunkan (untuk harganya) sebab ini menghalangi pembeli mentasharruf kepemilikan atas barang yang telah dia beli], selesai kutipan dari Jawab Soal tersebut.


Hanya saja, praktek penitipan sertifikat tanah tersebut jika konsekuensinya seperti di atas, tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan Agunan (Rahn). Sebab pada faktanya, tanah tersebut sudah diserahkan kepada pembeli dan pembeli dapat melakukan sebagian tasharruf terhadap tanah tersebut. Dan ini tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan hukum Agunan, sebab hukum tentang Agunan, barang agunan harus diserahkan kepada al-murtahin (QS al-Baqarah [2]: 283). Sementara yang ditahan dalam kasus ini hanya sertifikatnya saja.


Praktek seperti itu oleh para ulama kontemporer disebut ar-Rahn at-Tasjîlî atau dalam praktek muamalah konservatif disebut Jaminan (Agunan) Fidusia.


Pada intinya, jika syarat penitipan sertifikat pada notaris itu berkonsekuensi, si pembeli tidak dapat menjual tanah itu disertai sertifikatnya kecuali setelah dia melunasi harga tanah itu secara kredit, maka ini merupakan syarat yang membatasi tasharruf pembeli atas barang yang dia beli. Syarat seperti ini batil sebab menyalahi konsekuensi akad (muqtadhâ al-‘aqdi) jual beli. Hukum jual beli itu, setelah sah dan sempurna akad jual beli maka kepemilikan barang berpindah sepenuhnya kepada pembeli. Pembeli itu sebagai pemilik barang, memiliki hak dan wewenang sepenuhnya untuk melakukan tasharruf atas barang itu (dalam hal ini tanah).


Syarat dalam akad jual belinya secara kredit berupa penitipan sertifikat yang karenanya dia tidak dapat menjual tanah itu disertai sertifikatnya, jelas menyalahi konsekuensi akad jual beli ini. Status syarat seperti ini batil, meski akad jual belinya tetap sah. Karena syarat tersebut batil maka demi hukum batal dan tidak boleh dilaksanakan.


Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah mengatakan di dalam asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah juz iii halaman 54 menyatakan :


وَمَثَلًا إِذَا بَاعَ رَجُلٌ لِآخَرٍ سِلْعَةً وَاِشْتَرَطَ عَلَيْهِ أَنْ لاَ يَبِيْعَهَا لِأَحَدٍ، فَالشَّرْطُ لاَغٍ وَالْبَيْعُ صَحِيْحٌ، لِأَنَّ الشَّرْطَ يُنَافِيُ مُقْتَضَى الْعَقْدِ، وَهُوَ مِلْكِيَّةُ الْمَبِيْعِ وَالتَّصَرُّفُ فِيْهِ، فَهُوَ مُخَالِفٌ لِحُكْمٍ شَرْعِيٍّ.


Misalnya, jika seorang laki-laki menjual kepada yang lain suatu barang dan dia mensyaratkan padanya agar dia tidak menjualnya kepada seorang pun maka syarat tersebut sia-sia (tidak berlaku) dan jual beli tersebut sah. Sebab syarat tersebut menafikan konsekuensi akad yaitu kepemilikan barang yang dijual dan tasharruf padanya, jadi syarat itu menyalahi hukum syara’.


Dengan demikian, syarat penitipan sertifikat tanah yang dibeli secara kredit kepada notaris, jika berkonsekuensi membatasi tasharruf pembeli sebagai pemilik tanah, maka syarat penitipan sertifikat itu batil. Akad jual beli tanahnya sendiri tetap sah. Dan karena syarat tersebut batil maka tidak boleh dilaksanakan konsekuensi dari penitipan itu. Inilah yang kami rajihkan dalam masalah ini.[]


Wallah a'lam wa ahkam.


Developer Property Syariah

#RealProject #RealSyariah

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *